Selasa, 24 Januari 2017

MORFEM


NAMA            : TRI AGUSTININGSIH
NIM                : 15614
KELAS           : BINA 2015 B/ 202


RESUM MORFOLOGI
JENIS MORFEM

1.      Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan :
a)      Morfem Bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk {pulang}, {makan}, {rumah}, dan {bagus} adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat digunakan tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain.
b)     Morfem Terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem terikat berupa morfem dasar seperti : {henti}, {juang}, {baur}, dan {gaul}. Untuk dapat digunakan keempat morfem ini harus terlebih dahulu diberi afiks atau digabung dengan morfem lain. Misalnya {henti} menjadi berhenti, {juang} menjadi berjuang, {baur} menjadi membaur, dan {gaul} menjadi bergaul.
Berkenaan dengan bentuk dasar terikat, perlu dikemukakan catatan sebagai berikut :
§  Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (Verhaar 1978)
§  Menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
§  Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
§  Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
§  Klitikan merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas. Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
§  Bentuk-bentuk yang oleh Kridalaksana (1989) disebut proleksem, seperti a (pada asusila), dwi (pada dwibahasa), dan ko (pada kopilot) juga termasuk morfem terikat.


2.      Berdasarkan keutuhan bentuknya :
a)      Morfem Utuh adalah morfem yang terdiri dari satu kesatuan. Semua morfem dasar, baik bebas maupun terikat, serta prefiks, infiks, dan sufiks termasuk morfem utuh. Misalnya {meja}, {kursi}, {kecil}, {laut}, dan {pulpen}.
b)     Morfem Terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Contohnya ada pada kata kesatuan yang memiliki satu morfem utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi yaitu {ke-/an}. Contoh lainnya adalah kata perbuatan, terdiri dari satu morfem utuh {buat} dan satu morfem terbagi {per-/an}.

3.      Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya :
a)      Morfem Segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
b)     Morfem Suprasegmental adalah morfem  yang terjadi dari  fonem suprasegmental. Misal : jeda dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
bapak wartawan               bapak//wartawan
ibu guru                               ibu//guru

4.      Berdasarkan ciri semantik :
a)      Morfem bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yang setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Æ      Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Morfem bermakna leksikal jumlahnya tidak terbatas dan sangat produktif. Misalnya, {kuda}, {pergi}, {lari}, {makan} dan {merah}. Morfem seperti ini dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas.
b)     Morfem tak bermakna leksikal adalah morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
Æ      Morfem tidak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak memiliki makna apapun pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna jika digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Termasuk morfem tidak bermakna leksikal adalah morfem-morfem afiks seperti,
{ber-}, {me-}, dan {-ter}.

5.      Morfem beralomorf zero/nol
Morfem beralomorf zero (lambangnya berupa Ø) adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun suprasegmental, melainkan berupa "kekosongan". Morfem beralomorf zero merupakan morfem penanda jamak dalam Bahasa Inggris dan tidak berlaku pada Bahasa Indonesia. Contohnya adalah bentuk sheep, baik bentuk tunggal maupun jamak, kata Sheep akan tetap menjadi sheep dan tidak mengalami perubahan. Dalam bentuk tunggal dapat ditulis {sheep}, sedangkan dalam bentuk jamak menjadi ({sheep}+{Ø}).

6.      Morfem Dasar, Pangkal dan Akar
a)      Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem.
Contoh pada kata berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar. Dalam bahasa Inggris kata books bentuk dasarnya adalah book, dan kata singers bentuk dasarnya adalah singer, sedangkan kata singer itu sendiri bentuk dasarnyaadalahsing.
b)     Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif.
Contoh bentuk inflektif kita ambil dari bahasa Inggris. Pada kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia kata me-nangisi bentuk pangkalnya adalah tangisi, dan morfem me- adalah sebuah afiks inflektif.
c)      Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks deverensionalnya ditanggalkan.
Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch. Proses pembentukan kata untouchables itu adalah: mula-mula pada akar touch dilekatkan sufiks able menjadi touchable, lalu, dilekatkan prefiks un- menjadi untouchable, dan akhirnya, diimbuhkan sufiks -s sehingga menjadi untouchables.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar