NAMA : TRI
AGUSTININGSIH
NIM :
15614
KELAS : BINA
2015 B/ 202
RESUM MORFOLOGI
JENIS MORFEM
1.
Berdasarkan
kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan :
a)
Morfem
Bebas adalah
morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam
bahasa Indonesia, misalnya, bentuk {pulang}, {makan}, {rumah}, dan {bagus}
adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat digunakan tanpa
harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain.
b)
Morfem
Terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem
lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam
bahasa Indonesia termasuk morfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem
terikat berupa morfem dasar seperti : {henti}, {juang}, {baur}, dan {gaul}.
Untuk dapat digunakan keempat morfem ini harus terlebih dahulu diberi afiks
atau digabung dengan morfem lain. Misalnya {henti} menjadi berhenti, {juang}
menjadi berjuang, {baur} menjadi membaur, dan {gaul} menjadi bergaul.
Berkenaan
dengan bentuk dasar terikat, perlu dikemukakan catatan sebagai berikut :
§
Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga
termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks,
tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses
morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti
ini lazim disebut bentuk prakategorial (Verhaar 1978)
§
Menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca,
tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk
tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam
pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
§
Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua
renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang
hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena
hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut
juga morfem unik.
§ Bentuk-bentuk yang
termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau
secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan
bentuk terikat.
§ Klitikan merupakan
morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas. Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat,
biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan,
kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat
dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan
enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di
muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan
enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti
lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
§ Bentuk-bentuk yang
oleh Kridalaksana (1989) disebut proleksem, seperti a (pada asusila), dwi (pada
dwibahasa), dan ko (pada kopilot) juga termasuk morfem terikat.
2. Berdasarkan keutuhan bentuknya :
a) Morfem Utuh adalah
morfem yang terdiri dari satu kesatuan. Semua morfem dasar, baik bebas maupun
terikat, serta prefiks, infiks, dan sufiks termasuk morfem utuh. Misalnya
{meja}, {kursi}, {kecil}, {laut}, dan {pulpen}.
b) Morfem Terbagi
adalah morfem yang terdiri dari dua buah bagian
yang terpisah. Contohnya ada pada kata kesatuan yang memiliki satu morfem utuh, yaitu
{satu} dan satu morfem terbagi yaitu {ke-/an}. Contoh lainnya adalah kata perbuatan, terdiri dari satu
morfem utuh {buat} dan satu morfem terbagi {per-/an}.
3.
Berdasarkan
jenis fonem yang membentuknya :
a)
Morfem
Segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem
segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam
segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam
fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis
morfem segmental.
b)
Morfem
Suprasegmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal : jeda dalam
bahasa Indonesia.
Contoh:
bapak
wartawan
bapak//wartawan
ibu
guru
ibu//guru
4.
Berdasarkan
ciri semantik :
a)
Morfem
bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem
yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yang setelah
mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika.
Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Æ Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dengan morfem
lain. Morfem bermakna leksikal
jumlahnya tidak terbatas dan sangat produktif.
Misalnya, {kuda}, {pergi}, {lari}, {makan} dan {merah}. Morfem seperti ini
dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas.
b)
Morfem tak bermakna leksikal adalah morfem imbuhan, seperti
{ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada
dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
Æ Morfem tidak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak memiliki makna apapun pada
dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna jika digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Termasuk morfem tidak bermakna leksikal adalah
morfem-morfem afiks seperti,
{ber-}, {me-}, dan {-ter}.
5. Morfem beralomorf zero/nol
Morfem beralomorf
zero (lambangnya berupa Ø) adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun suprasegmental,
melainkan berupa "kekosongan". Morfem beralomorf zero merupakan
morfem penanda jamak dalam Bahasa Inggris dan tidak berlaku pada Bahasa Indonesia. Contohnya adalah
bentuk sheep, baik bentuk tunggal maupun jamak, kata Sheep akan tetap menjadi sheep dan tidak mengalami perubahan. Dalam
bentuk tunggal dapat ditulis {sheep}, sedangkan dalam bentuk jamak menjadi
({sheep}+{Ø}).
6. Morfem Dasar, Pangkal dan Akar
a) Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base)
dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses
afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung
dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Istilah bentuk dasar atau
dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi
dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem
tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem.
Contoh pada kata berbicara yang terdiri dari morfem ber-
dan bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu,
yang kebetulan juga berupa morfem dasar. Dalam bahasa Inggris kata books bentuk
dasarnya adalah book, dan kata singers bentuk dasarnya adalah singer, sedangkan
kata singer itu sendiri bentuk dasarnyaadalahsing.
b) Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses
infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif.
Contoh bentuk inflektif kita ambil dari bahasa Inggris.
Pada kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia kata me-nangisi
bentuk pangkalnya adalah tangisi, dan morfem me- adalah sebuah afiks inflektif.
c)
Akar
(root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih
jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya,
baik afiks infleksional maupun afiks deverensionalnya ditanggalkan.
Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah
touch. Proses pembentukan kata untouchables itu adalah: mula-mula pada akar
touch dilekatkan sufiks able menjadi touchable, lalu, dilekatkan prefiks un-
menjadi untouchable, dan akhirnya, diimbuhkan sufiks -s sehingga menjadi
untouchables.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar